June 30, 2012


Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan


Untuk mempersatukan partai-partai kecil, pada 24-26 Desember 1935 di Solo diadakan kongres fusi, antara Budi Utomo dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Kongres fusi tersebut menghasilkan partai baru yang disebut Partai Indonesia Raya (Parindra). Dr. Sutomo adalah orang yang terpilih menjadi ketuanya dan kantor pusatnya ditetapkan di Surabaya. Selain Budi Utomo dan PBI, masuk pula Serikat Sumatera dan Serikat Selebes.

Untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, Parindra melakukan program-program, yakni:


(1) melakukan pencerdasan secara politik-ekonomi-sosial kepada masyarakat sebagai bekal dalam menjalankan pemerintahan sendiri di masa depan;
(2) menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras, pendidikan dan kedudukannya;
(3) membentuk dan menjalankan aksi besar hingga diperoleh pemerintahan yang demokratis, berdasar kepentingan dan kebutuhan bangsa Indonesia;
(4) bekerja keras di setiap bidang usaha untuk meninfkatkan kesejahteraan rakyat baik secara ekonomis, sosial, maupun politis;
(5) mengusakan adanya persamaan han dan kewajiban serta kedudukan dalam hukum bagi seluruh warga Negara Indonesia.

Pada saat berdirinya, Parindra telah memiliki 52 cabang dengan 2.425 anggota. Pada tahun 1936 meningkat menjadi 57 cabang dengan 3.425 anggota. Dalam kongresnya di Jakarta tanggal 15-18 Mei 1937, Parindra mengambil sikap moderat. Sikap moderat dinilai sangat fleksibel dan menguntungkan dengan situasi dan kondisi pada saat itu.

Akhirnya Parindra dapat mendudukan wakilnya dalam Volksraad, yaitu Muhammad Husni Thamrin. Parindra banyak melakukan kritik terhadap Belanda, bahkan terhadap Petisi Soetarjo 1936, karena dinilai kurang mengakomodasi kepentingan rakyat.

Untuk memperbaiki perekonomian rakyat, Parindra membentuk organisasi rukun tani, membentuk sarikat-sarikat sekerja, menganjurkan swadesi ekonomi, dan mendirikan “Bank Nasional Indonesia”. Kongres kedua dilaksanakan di Bandung pada 24-27 Desember 1938.

Karena saat itu Dr. Sutomo sudah meninggal maka kongres memilih K.R.M. Wuryaningrat untuk menjadi ketua partai. Dalam Kongres itu diambil keputusan-keputusan, antara lain: tidak menerima peranakan (Indo) menjadi anggota, berusaha keras mengurangi pengangguran, dan meningkatkan transmigrasi guna memperbaiki kesejahteraan.

Sepak terjang Parindra begitu gencar. Parindra menjadi pelopor pembentukan Fraksi Nasional, bahkan dengan kegagalam petisi Soertarjo, Parindra mengambil inisiatif untuk menggalang persatuan politik, menuju pembentukan badan konsentrasi nasional. Badan Konsentrasi Nasional itu terbentuk pada Mei 1939, yang disebut Gabungan Politik Indonesia (GAPI).

0 komentar:

Post a Comment