December 21, 2017

Teori Konflik dan Kekerasan - Kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok seringkali dikatakan sebagai bentuk lanjutan dari konflik social yang terjadi di masyarakat. Untuk itu mari kita lihat beberapa teori yang memfokuskan perhatian pada bentuk konflik dan kekerasan ini.



1. Teori Faktor Individual

Menurut beberapa ahli, setiap perilaku kelompok, termasuk kekerasan dan konflik selalu berawal dari tindakan perorangan atau individual. Teori ini mengatakan bahwa perilaku kekerasan yang dilakukan oleh individu adalah agresivitas yang dilakukan oleh individu secara sendirian, baik secara spontan maupun direncanakan, dan perilaku kekerasan yang dilakukan secara bersama atau kelompok.

Menurut MacPhail, kekerasan atau kerusuhan missal walaupun terjadi di tempat ramai dan melibatkan banyak orang, namun sebenarnya hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja. Tidak semua orang dalam kelompok itu adalah pelaku kerusuhan. Misalnya kerusuhan para suporter sepak bola yang sebenarnya hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu saja, namun akhirnya mampu memengaruhi pihak lain untuk melakukan hal serupa.




2. Teori Faktor Kelompok

Teori ini sebenarnya lahir dari kekurangsepakatan beberapa orang ahli terhadap Teori Faktor Individual, sehingga muncullah kelompok ahli yang mengemukakan pandangan lain, yaitu individu membentuk kelompok dan tiap-tiap kelompok memiliki identitas. Identitas kelompok yang sering dijadikan alasan pemicu kekerasan dan konflik adalah identitas rasial atau etnik. Contohnya kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina dan Lebanon, yang dipicu oleh permasalahan rasial dan sedikit berbau agama.



3. Teori Deprivasi Relatif

Teori ini berusaha menjelaskan bahwa perilaku agresif kelompok dilakukan oleh kelompok kecil maupun besar. Para ahli mengatakan bahwa negara yang mengalami pertumbuhan yang terlalu cepat mengakibatkan rakyatnya harus menghadapi perkembangan perekonomian masya-rakat yang jauh lebih maju dibandingkan perkembangan ekonomi dirinya sendiri. Keterkejutan ini akan menimbulkan deprivasi relatif. Mengapa? Karena kemampuan setiap anggota masyarakat untuk mengikuti pertumbuhan yang sangat cepat ini berbeda-beda, dan ini akan menjadi awal terjadinya pergolakan sosial yang dapat berujung pada kekerasan.



4. Teori Kerusuhan Massa

Kemunculan teori ini sebenarnya untuk melengkapi Teori Deprivasi Relatif yang tidak menyinggung tahapan-tahapan yang menyertai munculnya kekerasan atau konflik. Ahli yang mengemukakan teori ini adalah N.J. Smelser yang menjelaskan tahap-tahap terjadinya kekerasan massa. Menurutnya, ada lima tahapan yang menyertai munculnya kekerasan ini, yaitu sebagai berikut.

a. Situasi sosial yang memungkinkan timbulnya kerusuhan atau kekerasan akibat struktur sosial tertentu, seperti tidak adanya saluran yang jelas dalam masyarakat, tidak adanya media untuk mengungkapkan aspirasi-aspirasi, dan komunikasi antarmereka.

b. Kejengkelan atau tekanan sosial, yaitu kondisi karena sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai-nilai dan norma yang sudah dilanggar.

c. Berkembangnya prasangka kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu. Sasaran kebencian ini berkaitan dengan faktor pencetus, yaitu peristiwa tertentu yang mengawali atau memicu suatu kerusuhan.

d. Mobilisasi massa untuk beraksi, yaitu adanya tindakan nyata dari massa dan mengorganisasikan diri mereka untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan pecahnya kekerasan massa. Sasaran aksi ini bisa ditujukan kepada pihak yang memicu kerusuhan atau di sisi lain dapat dilampiaskan pada objek lain yang tidak ada hubungannya dengan pihak lawan tersebut.

e. Kontrol sosial, yaitu kemampuan aparat keamanan dan petugas untuk mengendalikan situasi dan menghambat kerusuhan. Semakin kuat kontrol sosial, semakin kecil kemungkinan untuk terjadi kerusuhan.



5. Teori Ideologi

Menurut T.R Gurr, kekerasan yang terjadi di masyarakat sangat dipengaruhi oleh ideologi. Kekerasan yang sangat besar pengaruhnya mungkin saja hanya dilakukan oleh sekelompok kecil orang yang memiliki ideologi berbeda. Perbedaan ideology antarkelompok kecil dalam masyarakat dapat memunculkan kekerasan, apabila tidak ada media atau wahana yang digunakan untuk menyalurkan peran sertanya dalam kelompok yang lebih luas.



6. Teori Cultural Lag

Teori ini dikemukakan oleh William Ogburn dan merupakan modifikasi dari teori perubahan sosial. Cultural lag adalah suatu keadaan tidak adanya sinkronisasi dalam perkembangan suatu kebudayaan, di mana ada aspek yang berkembang sangat cepat, sementara itu ada aspek yang jauh tertinggal. Ketertinggalan aspek yang satu atas aspek yang lain ini terutama dalam hal kebudayaan materiil dengan nonmateriil. Aspek yang berkembang sangat cepat umumnya yang berkaitan dengan budaya materiil atau teknologi. Sedangkan aspek yang tertinggal yang berhubungan dengan kebudayaan nonmateriil. Karena kebudayaan itu dipandang sebagai kesatuan yang organik, maka cultural lag menimbulkan masalah sosial.



7. Teori Disorganisasi Sosial

Menurut teori ini, perubahan sosial akan menimbulkan keretakan sosial yang lama. Keretakan ini merupakan masalah sosial, mengingat masyarakat adalah suatu kesatuan yang bersifat organik. Namun demikian, dalam perubahan social itu mungkin terjadi proses reorganisasi sosial dan disorganisasi sosial. Kedua proses itu sukar dipisahkan dan pemisahan keduanya biasanya bersifat normatif. Kaum konservatif memandang perubahan sosial sebagai dis-organisasi sosial yang bisa memunculkan kekerasan dan kerusakan, sedangkan kaum reformis memandang perubahan sosial sebagai reorganisasi sosial.








Versi materi oleh Bondet Wrahatnala

0 komentar:

Post a Comment